Selasa, 04 Oktober 2016

Perlindungan,Kesempatan,Cuti Khusus Dan Fasilitas Bagi Pekerja Perempuan Yang Menyusui

Di samping peran dan dukungan keluarga, masyarakat dan fasilitas pelayanan kesehatan, keberhasilan ibu dalam menyusui juga diperlukan dukungan lain salah satunya adalah dukungan tempat kerja dan pengelola ruang publik bagi ibu menyusui.
Dukungan dari pengusaha, tempat kerja, dan pemerintah amat berperan penting agar ibu dapat mencapai keberhasilan menyusui sambil tetap bekerja.
Salah satu bentuk dukungan yang bisa diberikan pengusaha atau tempat kerja adalah memberikan waktu dan menyediakan sarana ruang menyusui yang memenuhi standar kesehatan bagi ibu untuk menyusui atau memerah ASI
selama waktu kerja di tempat kerja. Demikian antara lain yang disebut dalam Bab II huruf B tentang Dukungan dalam Peningkatan Pemberian ASI Lampiran Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2010 tentang Penerapan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (“Permen 3/2010”) .
Pengusaha sudah sepatutnya memberikan kesempatan kepada pekerja yang menyusui untuk tidak ikut kegiatan kantor jika hal tersebut membuatnya terpaksa harus meninggalkan bayinya yang berusia 6 (enam) bulan yang berarti menghalangi pemberian ASI kepada si bayi.
Di samping itu, kewajiban lainnya adalah soal penyediaan fasilitas berupa ruangan khusus yang patut diberikan kepada pekerja perempuan untuk menyusui atau memerah ASI-nya.
Masih mengacu pada Permen 3/2010, dikatakan juga bahwa menyadari makin banyaknya perempuan menyusui yang bekerja di sektor publik, Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Kesehatan dan telah menerbitkan Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Kesehatan Nomor: 48/Men.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008, 1177/Menkes/PB/XII/2008 tanggal 22 Desember 2008 tentang Peningkatan Pemberian ASI Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja . Peraturan bersama ini diharapkan mampu menjadi payung bagi tenaga kerja perempuan khususnya yang menyusui agar mereka tetap bisa menyusui/memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja, dan mendorong pengusaha untuk menyediakan Ruang Menyusui/Ruang ASI yang sesuai dengan standar kesehatan.
Informasi penting lainnya yang di ketahui soal penyediaan fasilitas khusus bagi pekerja yang menyusui ini juga telah tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui Dan/Atau Memerah Air Susu Ibu (“Permenkes 15/2013”) yang sekaligus merupakan peraturan pelaksana dari UU Kesehatan. Permenkes ini pada intinya mengatur hal-hal berikut:
1.    Pengurus tempat kerja, yakni orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri, harus mendukung program ASI eksklusif [Pasal 3 ayat (1) ]. Dukungan ASI ekslusif oleh pengurus tempat kerja dilakukan melalui [Pasal 3 ayat (2) ]:
a.    penyediaan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI;
b.    pemberian kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja;
c.    pembuatan peraturan internal yang mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif;
d.    penyediaan tenaga terlatih pemberian ASI
2.    Setiap pengurus tempat kerja harus memberikan kesempatan bagi ibu yang bekerja di dalam ruangan dan/atau di luar ruangan untuk menyusui dan/atau memerah ASI pada waktu kerja di tempat kerja [ Pasal 6 ayat (1) ].
3.    Ruang ASI diselenggarakan pada bangunan yang permanen, dapat merupakan ruang tersendiri atau merupakan bagian dari tempat pelayanan kesehatan yang ada di tempat kerja [Pasal 9 ayat (1) ].
4.    Ruang ASI harus memenuhi persyaratan kesehatan [Pasal 9 ayat (2)], antara lain: ukuran minimal 3x4 m2 dan/atau disesuaikan dengan jumlah pekerja perempuan yang sedang menyusui, ada pintu yang dapat dikunci, tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci peralatan, bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi, dan lain sebagainya [Pasal 10 ].
Pada prinsipnya, negara memberikan perlindungan hukum bagi pekerja yang sedang menyusui anaknya dengan menuangkan aturan tersebut dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yang berbunyi:
“Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukanselama waktu kerja.”
Sebelum UU Ketenagakerjaan lahir, sebenarnya Indonesia juga telah ikut serta sebagai negara anggota dalam Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 183 Tahun 2000 tentang Perlindungan Maternitas (“Konvensi ILO 183/2000”) yang mengatur sejumlah hak-hak bagi pekerja perempuan. Adapun pasal khusus yang mengatur soal perlindungan bagi pekerja perempuan yang menyusui adalah Pasal 3 dan Pasal 10 Konvensi ILO 183/2000 :
Pasal 3
Setiap anggota, setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja yang representatif, mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memastikan bahwa perempuan hamil atau menyusui tidak diwajibkan untuk melaksanakan pekerjaan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang akan merugikan kesehatan ibu atau anak, atau bila penilaian telah menetapkan resiko yang signifi kan terhadap kesehatan ibu atau anaknya.
Pasal 10
1. Seorang perempuan harus diberi hak untuk satu atau lebih istirahat harian atau pengurangan jam kerja harian untuk menyusui anaknya .
2. Masa istirahat untuk menyusui atau pengurangan jam kerja harian diperbolehkan; jumlahnya, durasi istirahat menyusui dan prosedur pengurangan jam kerja harian harus ditentukan oleh hukum dan praktek nasional. Istirahat atau pengurangan jam setiap hari kerja akan dihitung sebagai waktu kerja dan dibayar dengan sesuai.
Tidak hanya di UU Ketenagakerjaan, pengaturan mengenai pemberian Air Susu Ibu ("ASI") eksklusif juga diatur dalam Pasal 128 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) yang berbunyi:
(1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
(2) Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.
Atas pelanggaran Pasal 128 UU Kesehatan, setiap orang yang menghalangi ibu yang memberikan ASI eksklusif untuk anaknya dapat dikenai sanksi berdasarkan Pasal 200 UU Kesehatan:
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Sedangkan sanksi bagi korporasi yang menghalangi pemberian ASI eksklusif ini terdapat dalam Pasal 201 UU Kesehatan :
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
pencabutan izin usaha; dan/atau
. pencabutan status badan hukum.
mengacu pada ketentuan sanksi di atas dapat kita ketahui bahwa sanksi bagi perseorangan yang menghalangi ibu yang ingin menyusui anaknya adalah berupa penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00, sedangkan sanksi bagi korporasi terdiri dari sanksi pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, denda yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan, dan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar